Waktu seolah berhenti di Balai Yasa (BY) Lokomotif Yogyakarta. Didirikan Nederland Indische Spoorweg Maatschapij (NIS) tahun 1914, saat ini di BY Yogya masih digunakan peralatan tempo dulu. Misalnya, masih ada crane, katrol buatan tahun 1914. Kompresor buatan tahun 1963. Mungkinkah lokomotif kita handal?
Untuk membubut roda kereta saja, masih diandalkan mesin buatan tahun 1938. Kapasitas bubutnya 1-2 as roda KA per hari. “Balai Yasa di Malaysia lebih hebat. Mereka sanggup membubut 6 as roda per hari,” kata John Roberto, General Manager BY Yogya.
Kalah dari Malaysia? Sungguh memilukan. Sebab jaringan rel di sana 1.000 kilometer, hanya seperempat dari jaringan rel Indonesia. BY Malaysia juga sangat “berkuasa”, mampu “mengandangkan” KA hingga perbaikannya benar-benar sempurna. Dampaknya, kondisi KA Malaysia sangat handal.
Tak hanya tuanya peralatan, teknisi juga terbatas. Regenerasi terhenti. Padahal beberapa tahun lagi, puluhan pekerja akan pensiun. Kini, dari 455 pegawai BY Yogya, sebanyak 110 orang (24 persen) berusia 51-55 tahun, dan sebanyak 152 orang (33 persen) berusia 41-50 tahun.
Teknisi muda yang harusnya menjadi andalan, sangat sedikit. Hanya ada 7 orang usia 18-20 tahun (2 persen), dan hanya 17 orang berusia 21-30 tahun (4 persen). Regenerasi diupayakan dengan magang calon teknisi selama dua tahun, tapi sayangnya, mereka kerap gagal jadi pegawai tetap. Sebab tak lulus tes bahasa Indonesia dan Inggris serta pengetahuan umum! Apa perlu tes itu?
PT KAI juga terlalu sedikit mengalokasikan dana pemeliharaan. Bila ingin lokomotif “sehat” sampai 20 tahun, idealnya dana pemeliharaan per tahun harus 5 persen (atau Rp 1 miliar) dari harga lokomotif Rp 20 miliar. Realitasnya, dana pemeliharaan akhir (PA) hanya Rp 600 juta. Artinya, biaya pemeliharaan per tahun Rp 150 juta, sebab PA dikerjakan tiap empat tahun (atau tiap 650.000 km).
Dengan fakta itu, tak heran bila kehandalan lokomotif masih rendah. Gangguan lokomotif pada semester I tahun 2009 mencapai 606 kali, padahal target maksimalnya 526 kali. Lokomotif tak hanya mogok di dipo saat mesin dihidupkan, tapi juga mogok saat melaju di lintas (jalur KA).
Pada semester I 2009 itu, gangguan lokomotif utamanya adalah, sistem kelistrikan berupa tenaga lemah (26,4 persen), sistem udara tekan atau sistem pengereman (12,2 persen), rusaknya governor atau pembatas kecepatan mesin (11,1 persen), dan gangguan traksi motor (10,98 persen).
Kehandalan Lokomotif
Mengapa kehandalan lokomotif penting? Pertama, ini adalah urusan keselamatan. Dalam filosofi chain of events, mogoknya lokomotif memperbesar peluang tabrakan KA. Mengapa? Di negara ini, sinyal sering rusak, dan parahnya masinis belum 100 persen mematuhi persinyalan. Ringkasnya, KA yang mogok berpotensi besar “dihajar” dari belakang.
Kedua, ketidakhandalan lokomotif merugikan konsumen, terkait penambahan waktu tempuh. Contohnya, bila hanya 5 Motor Traksi dari 6 MT yang hidup maka KA sulit menanjak sebab daya mesinnya kurang. Akibatnya, Jakarta-Bandung yang normalnya 3 jam harus ditempuh 3,5 jam.
Maka jangan meratap, bila di lintas Jakarta-Bandung, penumpang pindah dari KA ke travel. Kita tahu, PT KA telah berupaya maksimal dengan memangkas tarif, memasang “colokan” laptop dan telepon genggam. Tapi kecepatan, tetap yang utama.
Lokomotif, sejatinya penanda kehandalan sebuah perusahaan KA. Lokomotif adalah penarik dari kereta penumpang dan gerbong barang. Ketika PT KA merupakan satu-satunya perusahaan KA di Indonesia, lokomotif mereka juga adalah penggerak ekonomi bangsa.
Nyatanya usia lokomotif PT KA sangat tua. Dari 98 lokomotif yang ditangani BY Yogya dalam setahun, ada yang mulai dinas tahun 1954 (BB 201). Sementara lokomotif berkelir putih, yang hilir-mudik menarik rangkaian KA Ekonomi (tipe CC 201 nomor produksi 01-38) telah mulai tugas sejak 1977.
Ketika kunci dari reabilitas lokomotif sudah tua adalah pemeliharaan, ada persoalan klasik yang tak terpecahkan, yakni lambatnya pengadaan suku cadang. Ini persis seperti lambatnya pemeliharaan maupun pembangunan rel akibat pola tahun anggaran yang mirip pola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tak heran, komponen lokomotif yang rusak kerap diganti barang lama, atau mengais sisa komponen di gudang.
“Semua keluhan itu, adalah hal usang. Dari dulu juga dikeluhkan hal serupa. Tapi, mengapa tak pernah ada perbaikan,” kata Taufik Hidayat, pengamat KA dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dia menegaskan, nyaris pula tak ada inovasi pemeliharaan di BY Yogya.
Ironisnya, masih ada kelemahan-kelemahan minor. Para teknisi mengaku terkadang tak selalu mampu memahami mesin hingga detail karena buku manual lokomotif berbahasa Inggris, dan mereka tak terlalu menguasai bahasa itu. Transfer teknologi pun, masih minim.
Ada kelemahan PT KAI di sini, ada kekurangterbukaan produsen KA dalam proses alih teknologi, tetapi ternyata juga ada ketidakpedulian regulator. Ternyata, aparat pemerintah juga jarang sekali menginjakan kaki di BY Yogya. Lantas dimana fungsi pengawasan? Seriuskah pembuatan sertifikat laik operasi?
Namun kita harus optimis BY Yogya mampu berubah. Kuncinya adalah, melibatkan banyak pihak untuk membantunya. Jangan sampai pula ada pemikiran untuk membubarkan BY Yogya, lalu menyerahkan pemeliharaan lokomotif ke produsen KA. Sebab mau dikemanakan teknisi-teknisi kita? Mengapa tak sekalian membubarkan fakultas teknik mesin….? (HARYO DAMARDONO, Agustus 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar