Sabtu, 16 Oktober 2010

Shinkansen


“Saudara Tua” Beri Kami Shinkansen….

Hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan membuka Indonesian Jepang Expo 2008. Di salah satu sudut Expo, ditampilkan simulator kereta peluru Shinkansen yang telah beroperasi di Jepang sejak Oktober 1964. Mungkinkah, republik ini mengoperasikan Shinkansen?

Pada 10 Agustus 1867, satu rangkaian kereta api berangkat dari Stasiun Semarang Kemijen menuju Tanggung sejauh 25 kilometer. Dioperasikan Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij, itulah kereta api (KA) pertama di Indonesia. Lima tahun kemudian, Oktober 1872, barulah KA pertama beroperasi di Jepang, antara Tokyo dan Yokohama. Jadi, pemerintah kolonial Hindia Belanda menggungguli Kerajaan Jepang dalam pembangunan Kereta.

Dan ternyata, Hindia Belanda juga lebih cepat membangun trem listrik. Tahun 1899, Batavia Electrische Tram Maatschappij telah mengoperasikan trem listrik, sedangkan di Tokyo, trem listrik baru ada tahun 1903.

Tapi Oktober 1964, Jepang melejit meninggalkan Indonesia dengan mulai mengoperasikan kereta peluru Tokaido Shinkansen. Kereta peluru itu melaju antara Tokyo- Shin Osaka (515 km) dengan kecepatan 270 km per jam.

Teknologi berkembang. Bila tahun 1964, Tokyo-Shin Osaka ditempuh dalam empat jam kini dua jam 30 menit. Bila tahun 1964, dijalankan 60 kereta per hari, tahun 2007 dijalankan 301 kereta per hari.

Tiap hari, Tokaido Shinkansen mengangkut 375.000 penumpang, lebih banyak 100.000 penumpang dari KA Jabotabek. Tokaido Shinkansen pun telah mengangkut 4,5 milir orang, lebih banyak dari akumulasi penumpang KA super cepat di seluruh dunia.

Shinkansen memang mumpuni. Hasil riset Japan Railway Central memamerkan keunggulan Tokaido Shinkansen untuk jarak dibawah 750 km, dibanding pesawat. Karena Jakarta-Surabaya berjarak 683 km, kiranya Shinkansen juga lebih unggul.

Contohnya, bila lama perjalanan Shinkansen dari Tokyo ke Osaka (552,6 km) adalah dua jam 25 menit, ternyata total perjalanan pesawat adalah dua jam 30 menit. Terbang dari Tokyo-Osaka memang hanya satu jam, tapi dari pusat kota ke bandara dan proses check-in butuh waktu satu jam 30 menit.

Dalam hal emisi, Shinkansen series 700 Nozomi menghasilkan 4,8 kg-CO2 per kursi, sedangkan Boeing 777-200 menghasilkan 48,4 kg-CO2 per kursi. Ketika bumi makin sakit, transportasi berkelanjutan seperti Shinkansen harus kian mendapat tempat.

Hasrat PT Inka
Produsen kereta PT Industri Kereta Api (INKA) pun, sangat getol mempromosikan Shinkansen. INKA seolah mengingatkan, KA jarak jauh hanya diminati masyarakat bila waktu tempuhnya kian singkat.

Bila Shinkansen terbangun, Jakarta-Surabaya cukup dua jam 20 menit. Dan INKA, merasa mampu membangun di markasnya di Madiun, Jawa Timur. Setidaknya, membangun badan (carbody), bogie (komponen roda dan suspensi), dan interior. Sementara mesin, transmisi, kompresor, hingga pantograph, dapat diimpor.

Mengapa Shinkansen? Mengapa bukan Les Trains Grande Vitesse (TGV) produksi Perancis, atau Inter City Express yang digunakan di Jerman? Sebab INKA ”dekat” dengan Nippon Sharyo, produsen Shinkansen.

Sejak didirikan 29 Agustus 1981, INKA memang telah dibimbing Nippon Sharyo. Dijadikannya KA Jepang sebagai kiblat, adalah ekses dari pinjaman Jepang melalui Overseas Economic Cooperation Fund senilai 525 juta dollar Amerika, awal 1980-an.

Dari pinjaman Jepang itu, dibuatlah 400 gerbong barang. Sembari memproduksi, berlangsung alih teknologi. Pekerja generasi pertama INKA pun dikirim ke Jepang, diantaranya Roos Diatmoko, yang kini menjabat Direktur Utama INKA..

Bila kajian road map perkeretaapian Indonesia direalisasikan, maka KA super cepat beroperasi mulai 2020. Kajian itu disusun Japan Transportation Consultants, didanai Japan Bank for International Coorporation.

Andai KA super cepat jadi dibangun, INKA akan bermitra dengan Nippon Sharyo memeroduksi Shinkansen tipe N-700. Sekali jalan, Shinkansen N-700 mengangkut 1.323 penumpang, setara 12 pesawat Boeing 737-300, yang kini biasa terbang di Indonesia.

Akankah Dibangun?
Sulit menjawab kapan KA super cepat mulai dibangun, sebab bangsa ini tak punya visi jelas membangun transportasi. ”Lihat, apakah ada investasi serius Indonesia di perkeretaapian? Tidak ada,” ditegaskan Pierre-Damien Jourdain, saat bertemu Kompas, dua bulan lalu.

Jourdain bekerja untuk Alstom, produsen KA terkemuka Perancis. Tahun lalu, Alstom memecahkan rekor KA tercepat yakni 574,8 km per jam. Dua kali lebih cepat dari Tokaido Shinkansen!

Setelah membangun KA di Korea dan Singapura, Alstom membuka kantor di Bandung, satu kota dengan kantor pusat PT KA. Tapi sejauh ini, proposal Jourdain yang menawarkan KA supercepat AGV berkecepatan 360 kilometer per jam, tak ditanggapi.

Pesan dibalik kedatangan Alstom adalah, produsen KA super cepat telah hadir namun sikap kita tetap tak jelas. Padahal, mimpi ada sejak 1990-an. Studi Perancis Societe Nationale des Chemins de Fer (SCNF) telah pula mengestimasikan 6,14 miliar dollar Amerika untuk KA super cepat Jakarta-Surabaya.

PT KA bermimpi serupa. Julison Arifin, Direktur Pengembangan Usaha PT KA menyatakan, kalau jadi, stasiun KA super cepat dibangun di Manggarai, Jakarta dan Gubeng, Surabaya. Lahan PT KA di dua tempat itu, masing-masing antara 20-30 persen.

Agar harga tiket tak terlalu mahal, biaya operasional disubsidi pendapatan bisnis non-inti dari dua stasiun KA super cepat. Direncanakan, 50 persen pendapatan dari tiket, 30 persen dari Stasiun Manggarai, dan 20 persen dari bisnis di Stasiun Gubeng.

Ketika kita masih bermimpi dam mengkaji, Februari 2007, Vietnam telah mengumumkan pembangunan KA super cepat Hanoi-Ho Chi Minh City (1.630 kilometer). Biaya investasi, sebesar 33 miliar dollar Amerika.

Memang tidak murah membangun KA super cepat. Selain harus mengimpor teknologi tingkat tinggi yang belum kita kuasai, prasarana juga harus dibangun dari nol. Supaya tiada perlintasan sebidang, harus dibangun jembatan layang Jakarta-Surabaya.

Belum lagi persinyalan, instalasi listrik, pusat kontrol, hingga perangkat satelit. Dibutuhkan pula, investasi pendidikan masinis dan kru, serta sosialisasi bagi pengguna agar perjalanan KA lancar. Karena sistem nyaris sempurna, rata-rata keterlambatan per Shinkansen adalah 20 detik!

Walau tak murah, menimbang besarnya biaya eksternal moda transportasi lain, KA super cepat layak dibangun. Siapa pembangunnya? Tentu inisiasi pemerintah, lalu menggandeng swasta.

Teknologi mana? Patut dipertimbangkan Nippon Sharyo dengan Shinkansen-nya. Sebab kerja sama dengan Nippon Sharyo, musti dipandang sebagai konsekuensi pendirian INKA dengan pengaruh teknologi Jepang. Bila ingin maju, kita harus konsisten dengan pilihan masa silam.

Setelah melihat kondisi KA Jabotabek tahun 2000, Kaisar Akihito pun menghibahkan KRL AC seri 6000 sebanyak 72 unit. Siapa tahu, kini pemerintah Jepang mau meminjamkan uangnya.

Bila Jepang mau dan berniat membantu membangunkan Shinkansen, tentu saja hal itu merupakan kado termanis bagi hubungan Indonesia-Jepang. (HARYO DAMARDONO)

1 komentar:

  1. "Setelah melihat kondisi KA Jabotabek tahun 2000, Kaisar Akihito pun menghibahkan KRL AC seri 6000 sebanyak 72 unit. Siapa tahu, kini pemerintah Jepang mau meminjamkan uangnya"

    Ya itulah bang .. bangsa kita terbiasa mengemis, makanya kalo disuruh modal juga ogah"an

    BalasHapus